Ikan Kerapu (Epinephelus sp) umumnya dikenal dengan istilah "groupers" dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki peluang baik dipasarkan domestik maupun padar internasional dan selain itu nilai jualnya cukup tinggi. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Deptan, 1990).
Ikan Kerapu memiliki sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan alasannya ialah pertumbuhannya cepat dan sanggup diproduksi massal untuk melayani seruan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup. Berkembangnya pasaran ikan kerapu hidup alasannya ialah adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk memenuhi seruan pasar ikan kerapu melalui perjuangan budidaya. Budidaya ikan kerapu telah dilakukan dibeberapa daerah di Indonesia, namun dalam proses pengembangannya masih menemui kendala, alasannya ialah keterbatasan benih. Selama ini para petani nelayan masih mengandalkan benih alam yang sifatnya musiman. Namun semenjak tahun 1993 ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) sudah sanggup dibenihkan, Balai Budidaya Laut Lampung sebagai unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan, telah melaksanakan upaya untuk menghasilkan benih melalui pembenihan buatan manipulasi lingkungan dan penggunaan hormon.
Ikan Kerapu memiliki sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan alasannya ialah pertumbuhannya cepat dan sanggup diproduksi massal untuk melayani seruan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup. Berkembangnya pasaran ikan kerapu hidup alasannya ialah adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk memenuhi seruan pasar ikan kerapu melalui perjuangan budidaya. Budidaya ikan kerapu telah dilakukan dibeberapa daerah di Indonesia, namun dalam proses pengembangannya masih menemui kendala, alasannya ialah keterbatasan benih. Selama ini para petani nelayan masih mengandalkan benih alam yang sifatnya musiman. Namun semenjak tahun 1993 ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) sudah sanggup dibenihkan, Balai Budidaya Laut Lampung sebagai unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan, telah melaksanakan upaya untuk menghasilkan benih melalui pembenihan buatan manipulasi lingkungan dan penggunaan hormon.
2. BIOLOGI
Klasifikasi
Ikan kerapu macan (Epinehelus fuscoguttatus) digolongkan pada :
Ikan kerapu macan (Epinehelus fuscoguttatus) digolongkan pada :
Class : Chondrichthyes
Sub class : Ellasmobranchii
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Famili : Serranidae
Genus : Epinephelus
Species : Epinepheus sp
Morfologi, habitat dan kebiasaan makan dan makanannya.
Ikan kerapu bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam, maxillarry lebar diluar mata, gigi pada bab sisi dentary 3 atau 4 baris, terdapat bintik putih coklat pada kepala, tubuh dan sirip, bintik hitam pada bab dorsal dan poterior. Habitat benih ikan kerapu macan ialah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulata dan Gracilaria sp, sehabis cukup umur hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar terdiri dari pasar berlumpur. Ikan kerapu termasuk jenis karnivora dan cara makannya "mencaplok" satu persatu makan yang diberikan sebelum kuliner hingga ke dasar. Pakan yang paling disukai kenis krustaceae (rebon, dogol dan krosok), selain itu jenis ikan-ikan (tembang, teri dan belanak).
Cara berkembang biak.
Di dalam tangki percobaan ikan betina yang telah cukup umur kalau akan memijah mendekati jantan. Bila waktu memijah tiba, ikan jantan dan betina akan berenang bahu-membahu dipermukaan air. Pemijahan terjadi pada malam hari, antara pukul 18.00 hingga pukul 22.00. jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari berat tubuh betina, teladan betina berat 8 kg sanggup menghasilkan telur 1.500.000 butir. Telur yang telah dibuahi bersifat "non adhesive" yaitu telur yang satu tidak menempel pada telur yang lainnya. Bentuk telur ialah lingkaran dan transparan dengan garis tengah sekitar 0,80 -0,85 mm. Telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi benih yang aktif berenang. Benih inilah yang umum tertangkap oleh nelayan. Kelimpahan benih ikan kerapu ini sepanjang tahun tidak sama. Kelimpahan yang paling tinggi disekitar Teluk Banten terjadi pada bulan Februari hingga April.
3. TEKNIK PEMBENIHAN
Sarana Pembenihan
Induk sebanyak 5 ekor betina dan 2 ekor jantan. Induk jantan berukuran panjang 77 - 78 cm dan berat 9,5 - 11 kg/ekor. Induk betina berukuran panjang 60 - 70 cm dan berat 5,3 - 7,8 kg/ekor.
Pakan induk berupa ikan segar dari jenis selar, japuh dan jantan yang kandungan proteinnya tinggi dan kandungan lemaknya rendah.
Kurungan apung untuk pemeliharaan induk berukuran 3 x 3 x 3 m 3 .
Bak pemijahan dengan kapasitas 100 ton.
Bak penetasan sekaligus juga merupakan kolam pemeliharaan larva yang berukuran 4 x 1 x 1 m 3 terbuat dari beton, berbentuk empat persegi panjang.
Metoda
Metoda yang dipakai ialah manipulasi lingkungan. Untuk merangsang terjadinya perkawinan antara jantan dengan induk betina matang kelamin dipakai metoda manipulasi lingkungan di kolam terkontrol. Teknik pemijahan dengan manipulasi lingkungan ini dikembangkan menurut pemijahan ikan kerapu di alam, yaitu dengan rangsangan atau kejutan faktor-faktor lingkungan mirip suhu, kadar garam, kedalaman air dan lain-lain. Pemijahan mengikuti fase peredaran bulan; pada ketika bulan jelas atau bulan gelap.
Metoda yang dipakai ialah manipulasi lingkungan. Untuk merangsang terjadinya perkawinan antara jantan dengan induk betina matang kelamin dipakai metoda manipulasi lingkungan di kolam terkontrol. Teknik pemijahan dengan manipulasi lingkungan ini dikembangkan menurut pemijahan ikan kerapu di alam, yaitu dengan rangsangan atau kejutan faktor-faktor lingkungan mirip suhu, kadar garam, kedalaman air dan lain-lain. Pemijahan mengikuti fase peredaran bulan; pada ketika bulan jelas atau bulan gelap.
Pemeliharaan Induk
Induk ikan kerapu yang dipijahkan dipelihara di bahari dalam kurungan apung dengan padat penebaran induk 7,5 - 10 kg/m 3 . Pakan yang diberikan berupa ikan rucah segar berkadar lemak rendah. Diluar pemijahan ikan, takaran pakan yang diberikan sebesar 3 - 5% dari total berat tubuh ikan/hari, sedangkan pada demam isu pemijahan diturunkan menjadi 1%. Disamping itu diberikan pula vitamin E dengan takaran 10 - 15 mg/ekor/minggu.
Sex reversal
Kerapu termasuk ikan yang "hermaprodit protogyni", yaitu pada kehidupan awal belum ditentukan jenis kelaminnya. Sel kelamin betina terbentuk sehabis berumur 2 tahun dengan panjang 50 cm dan berat 5 kg. Sel kelamin betina bermetamorfosis sel kelamin jantan pada umur 4 tahun dengan panjang tubuh sekitar 70 cm dan berat 11 kg. Ada kenyataannya lebih banyak ditemui ikan kerapu jantan atau mempercepat perubahan kelamin dari betina ke jantan sanggup dipacu/dirangsang dengan hormon testosteron. Pemberian hormon testosteron dilakukan secara oral melalui makan setiap minggu, diikuti dengan penambahan multivitamin. Takaran yang diberikan ialah : Hormon testosteron 2 mg/kg induk Multivitamin 10 mg/kg induk
Seleksi Induk
Kematangan kelamin induk jantan ikan kerapu diketahui denan cara mengurut bab perut ikan (stripping) ke arah awal sperma yang keluar warnan putih susu dan jumlahnya banyak diamati untuk memilih kualitasnya. Kematangannya kelamin induk betina diketahui dengan cara kanulasi, yaitu memasukkan selang plastik ke dalam lubang kelamin ikan, kemudian dihisap. Telur yang diperoleh diamati untuk mengetahui tingkat kematangannya, garis tengah (diameter) telor diatas 450 mikron.
Pemijahan
Induk kerapu matang kelamin dipindahkan ke kolam pemijahan yang sebelumnya telah diisi air bahari higienis dengan ketingian 1,5 m dan salinitas + 32 ‰.
Manipulasi lingkungan dilakukan menjelang bulan gelap yaitu dengan cara menaikkan dan menurunkan permukaan/tinggi air setiap hari. Mulai jam 09.00 hingga jam 14.00 permukaan air diturunkan hingga kedalaman 40 cm dari dasar bak. Setelah jam 14.00 permukaan air dikembangkan ke possisi semula (tinggi air 1,5 m). Perlakuan ini dilakukan terus menerus hingga induk memijah secara alami.
Rangsangan hormonal induk kerapu matang kelamin disuntik dengan hormon Human Chorionic Gonadotropin (HGG) dan Puberogen untuk merangsang terjadinya pemijahan. Takaran hormon yang diberikan ialah :
HGG 1.000 - 2.000 IU/kg induk
Puberogen 150 - 225 RU/kg induk
Pengamatan pemijahan ikan dilakukan setiap hari sehabis senja hingga malam hari. Pemijahan umumnya terjadi pada malam hari antara jam 22.00 - 24.00 WIB. Diduga demam isu pemijahannya terjadi 2 kali bulan Juni -September dan bulan Nopember - Januari.
Bila diketahui telah terjadi pemijahan, telur segera dipanen dan dipindahkan ke kolam penetasan.bak pemeliharaan larva.
Penetasan telur
Bak yang dipergunakan untuk penetasan telur sekaligus juga merupakan kolam pemeliharaan larva, terbuat dari beton, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 4 x 1 x 1 m³ . Tiga hari sebelum kolam penetasan/bak pemeliharaan larva digunakan, perlu dipersiapkan dahulu dengan cara dibersihkan dan dicuci hamakan menggunakan larutan chlorine (Na OCI) 50 - 100 ppm. Setelah itu dinetralkan dengan penambahan larutan Natrium thiosulfat hingga wangi yang ditimbulkan oleh chlorine hilang. Air bahari dengan kadar garam 32 ‰ dimasukkan ke dalam bak, satu hari sebelum larva dimasukkan dengan maksud biar suhu tubuh stabil berkisar antara 27 - 28°C. Telur hasil pemijahan dikumpulkan dengan sistim air mengalir. Telur yang dibuahi akan mengapung dipermukaan air dan berwarna jernih (transparan). Sebelum telur ditetaskan perlu direndam dalam larutan 1 - 5 ppm acriflavin untuk mencegah serang bakteri. Padat penebaran telur di Bak Penetasan berkisar 20 - 60 butir/liter air media. Ke dalam kolam penetasan perlu ditambahkan Chlorella sp sebanyak 50.000 -100.000 sel/ml untuk menjaga kualitas air. Telur akan menetas dalam waktu 18 - 22 jam sehabis pemijahan pada suhu 27 - 28°C dan kadar garam 30 - 32 ‰.
4. PERKEMBANGAN DAN PEMELIHARAAN LARVA
Perkembangan Larva
Larva yang gres menetas terlihat transparan, melayang-melayang dan gerakannya tidak aktif serta tampak kuning telur dan oil globulenya. Larva akan berubah bentuk ibarat kerapu cukup umur sehabis berumur 31 hari.
Gambar 2. Perkembangan Bentuk Larva Ikan Kerapu
Adapun perkembangan larva kerapu dari umur 1 hari (D1) hingga umur 31 hari (D31) sanggup dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan larva ikan kerapu.
Hari ke | Tahap Perkembangan | Panjang (mm) |
D1 | Larva gres menetas transparan, melayang dan tidak aktif. | 1,89 - 2,11 |
D3 | Timbul bintik hitam di kepala dan pangkal perut. | 2,14 - 2,44 |
D7-8 | Timbul calon sirip punggung yang keras dan panjang. | 7,98 - 8,96 |
D9-11 | Timbul calon sirip punggung yang keras dan panjang. | 15,88 - 17,24 |
D15-17 | Duri memutih, bab ujung agak kehitaman | 17,2 - 18,6 |
D23-26 | Sebagian duri mengalami reformasi dan patah, pada bab ujung tumbuh sirip awal lunak | 20,31 - 22,64 |
D29-31 | Sebagian larva yang pertumbuhannya capat telah bermetamorfosis burayak (juvenil), bentuk dan warnanya telah ibarat ikan dewasa. | 22,40 - 23,42 |
Masa kritis kedua dijumpai pada waktu larva berumur 8 hari (D8) memasuki umur 9 hari (D9), dimana pada ketika itu mulai terjadi perubahan bentuk tubuh yang sangat panjang dan spesifik, hingga pada hari ke 20 (D20) larva berkembang dengan baik dan belum mengatakan adanya gejala kematian, akan tetapi memasuki hari ke 22 (D22), 23 (D23) sebagian dari larva baik yan masih kecil maupun yang sudah besar mulai nampak adanya kematian. Diawali dengan adanya gerakan memutar (whirling) yang tidak terkendali kemudian terbalik kemudian mati. Pada kasus tersebut diupayakan dengan cara merubah pakan Artemia dengan kandungan W3 HUFA yang lebih tingi. Dari kasus ini tentunya sanggup diajukan suatu hepotesa sementara bahwa kurannya unsur tertentu pada larva kerapu dalam waktu yang cukup usang akan mensugesti kondisi fisik dan kelangsungan hidup larva.
Pemeliharaan Larva
Larva kerapu yang gres menetas memiliki cadangan kuliner berupa kuning telur. Pakan ini akan dimanfaatkan hingga hari ke 2 (D2) sehabis menetas dan selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan dari luar. Umur 3 hari (D3) kuning telur mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar berupa Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 - 3 ekor/ml. Disamping itu ditambahkan pula Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan antara 5.10 - 10 sel/ml. Pemberian pakan ini hingga larva berumur 16 hari (D16) dengan penambahan secara sedikit demi sedikit hingga mencapai kepadatan 5 - 10 ekor/ml plytoplankton 10 - 2.10 sel/ml media. Pada hari kesembilan (D9) mulai diberi pakan naupli artemia yang gres menetas dengan kepadatan 0,25 - 0,75 ekor/ml media. Pemberian pakan naupli artemia ini dilakukan hingga larva berumur 25 hari (D25) dengan peningkatan kepadatan hingga mencapai 2 - 5 ekor/ml media. Disamping itu pada hari ke tujuh belas (D17) larva mulai diberi pakan Artemia yang telah berumur 1 hari, kemudian secara sedikit demi sedikit pakan yang diberikan diubah dari Artemia umur 1 hari ke Artemia setengah cukup umur dan alhasil cukup umur hingga larva berumur 50 hari. Skema jenis dan pinjaman pakan larve kerapu sanggup dilihat pada Gambar 3. Pemberian pakan dengan cincangan daging ikan mulai dicoba pada ketika metamorfosa larva tepat menjadi benih ikan kerapu.
Gambar 3. Skema Jenis dan Pakan Pemberian Pakan Larve Ikan Kerapu
5. PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bak penetasan telur yang sekaligus merupakan kolam pemeliharaan larva perlu dijaga kualitas airnya dengan penambahan phytoplankton Chlorella, dengan kepadatan 5.10 3 - 10 4 sel/ml. Phytoplankton akan menggeliminir pembusukkan yang ditimbulkan oleh telur yang tidak menetas dan sisa cangkang telur yang ditinggalkan. Pembersihan dasar kolam dengan cara penyiponan dilakukan pada hari pertama dengan maksud untuk membuang sisa-sisa telur yang tidak menetas dan cangkang telur. Penggantian air dilaksanakan pertama kali pada ketika larva berumur 6 hari (D6) yaitu sebanyak 5 - 10%. Penggantian air dilakukan setiap hari dan dengan bertambahnya umur larva, maka volume air yang perlu diganti juga semakin banyak. Pada ketika larva telah berumur 30 hari (D30) pengganti air dilakukan sebanyak 20% dan kalau larva telah berumur 40 hari (D40) air yang diganti sebanyak 40%. Prosentase pengantian air selama pemeliharaan larve kerapu sanggup dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Prosentase Penggantian Air
6. DAFTAR PUSTAKA
Kisto Mintardjo dan Sigit B, "Pemijahan Ikan Kerapu (Epinephelus tauvina) Dengan Manipulasi Lingkungan", Buletin Budidaya Laut No. 2, Balai Budidaya Laut Lampung, Ditjen Perikanan, 1991.
Sigit Budileksono dan Yayan Sofyan, "Pemijahan Alami Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Bak Terkontrol", Buletin Budidaya, 1993.
Anonimus, "Teknologi Reproduksi Ikan Kerapu (Epinephelus sp)", Riset dan Teknologi Balai Budidaya Laut Lampung, Ditjen Perikanan, 1993.
Sigit Budileksono, " Pembenihan Ikan Kerapu di Balai Budidaya Laut Lampung", Ditjen Perikanan, 1995.
7. SUMBER
Pembenihan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus), Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1996.
8. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta
PEMELIHARAAN LARVA
1. PENDAHULUAN
1) Latar belakang
Beberapa jenis ikan bahari yang bernilai hemat telah banyak dibudidayakan dalam kurungan apung. Salah satu jenis ikan yang dibudidayakan ialah ikan kerapu (Epinephelus sp). Ikan kerapu merupakan ikan hemat penting yang berpeluang baik dan terkenal dipasarkan domestik dan luar negeri. Jenis-jenis ikan kerapu tersebut diantaranya ialah kerapu lumpur, kerapu macan, kerapu malabar, kerapu sunu, kerapu totol. Diantara jenis-jenis kerapu tersebut yang sudah umum dan banyak dibudidayakan antara lain kerapu macan. Dengan semakin banyaknya seruan ikan kerapu untuk pasaran domestik dan internasional, maka benih yang selama ini berasal dari alam akan sulit dipenuhi sehingga perlu mulai dialihkan ke perjuangan pembenihan buatan.
Keberhasilan Balai Budidaya Laut dalam melaksanakan pemijahan ikan kerapu merupakan langkah awal dalam mata rantai sistem budidaya, yang antara lain mencakup pemeliharaan larva, pendederan dan selanjutnya hingga ukuran konsumsi. Teknik pemeliharaan larva ini salah satu sistim rantai budidaya yang penting bagi kelanjutan keberhasilan benih untuk dibudidayakan. Keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh teknik pemeliharaan larva, pola penyediaan pakan alami yang tepat untuk ukuran, jumlah dan waktu.
Keberhasilan Balai Budidaya Laut dalam melaksanakan pemijahan ikan kerapu merupakan langkah awal dalam mata rantai sistem budidaya, yang antara lain mencakup pemeliharaan larva, pendederan dan selanjutnya hingga ukuran konsumsi. Teknik pemeliharaan larva ini salah satu sistim rantai budidaya yang penting bagi kelanjutan keberhasilan benih untuk dibudidayakan. Keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh teknik pemeliharaan larva, pola penyediaan pakan alami yang tepat untuk ukuran, jumlah dan waktu.
2) Pemilihan Lokasi
a. Dasar perairan bahari berpasir atau berkarang.
b. Bebas dari pencemaran.
c. Jernih sepanjang tahun.
d. Praktis komunikasi.
2. TEKNIK PEMBENIHAN
1) Bak Pemeliharaan Larva
a. Bak pemeliharaan, kolam beton berbentuk 4 persegi panjang, ukuran 4 x 1 x 1 m³.
b. Bak pemeliharaan ini juga merupakan kolam untuk penetasan telur.
c. Larutan chlorine (Na OCI) 50 100 ppn, untuk mensuci hamakan kolam pemeliharaan.
d. Larutan Natrium Thiosulfat untuk menetralkan dan menghilangkan wangi dari chlorine.
e. Air bahari dimasukkan ke dalam kolam satu hari sebelum larva dimasukkan, kadar garam air bahari 30 32‰ suhu air 27 28°C.
f. Bak kuliner alami.
2) Perkembangan Larva
Larva gres yang gres menetas terlihat transparan, melayang-layang dan erakannya tidak aktif serta tampak kuning telur dan oil glonulenya. Larva akan berubah bentuk ibarat kerapu lumpur cukup umur sehabis berumur 31 hari. Masa krisis pertama larva kerapu dialami pada waktu berumur 2 hari (D2) memasuki umur 3 hari (D3), dimana pada ketika itu kandungan kuning telur telah mulai menipis dan terserap habis. Setelah cadangan pakan tersebut habis, maka pemenuhan pakan yang sesuai dengan ukuran lisan dan nilai gizi pakan mutlak dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup larva. Masa krisis ini akan berlangsung hingga dengan hari ke 6 (D6), dikarenakan terjadi perubahan cara hidup dari larva yang semula gerakannya aktif.
Larva harus aktif mencari makan dari luar alasannya ialah kandungan kuning telur yang merupakan cadangan pakan telah habis. Untuk pinjaman pakan yang sesuai baik jenis, maupun kandungan gizinya mutlak diperlukan. Larva yang telah melewati umur 6 hari (D6) memiliki peluang untuk hidup lebih besar, alasannya ialah hampir semua larva yang bertahan hidup telah bisa mencari pakan yang tersedia disekelilingnya, Masa krisis kedua dijumpai pada waktu larva berumur 8 hari (D8) memasuki umur 9 hari (D9), dimana pada ketika itu mulai terjadi perubahan bentuk tubuh sangat panjang dan spesifik, hingga pada hari ke 20 (D20) larva berkembang dengan baik dan belum mengatakan adanya gejala kematian, akan tetapi memasuki hari ke 22 (D22),
23 (D23) sebagian dari larva baik yan masih kecil maupun yang sudah besar mulai nampak adanya kematian. Diawali dengan adanya gerakan memutar (whirling) yang tidak terkendali kemudian terbalik kemudian mati.
3) Pemeliharaan Larva Larva kerapu memiliki kuning telur sebagai cadangan kuliner hingga larva berumur 2 hari. Umur 3 hari kuning telur mulai terserap habis, perlu diberi pakan dari luar berupa:
a. Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 - 3 ekor/ml
b. Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan 10 4 - 10 5 sel/ml.
Pemberian pakan ini hingga larva berumur 16 hari dengan penambahan secara sedikit demi sedikit rotifera hingga kepadatan 5 10 ekor/ml plytoplankton 10 5 -2.10 5 sel/ml media. Umur 9 hari mulai diberi pakan naupli artemia yang gres menetas dengan kepadatan 0,25 0,75 ekor/ml media, pakan diberikan hingga larva berumur 25 hari dengan peningkatan kepadatan mencapai 2 5 ekor/ml media. Umur 17 hari larva dicoba diberi pakan artemia yang telah berumur 1 hari kemudian secara sedikit demi sedikit diubah dari artemia berumur 1 hari ke artemia setengah cukup umur dan alhasil artemia cukup umur hingga larva berumur 50 hari. Setelah larva berumur 29 - 31 hari bermetamorfosis benih aktif, ibarat kerapu dewasa. Pada ketika ini mulai dicoba pinjaman pakan dengan cincangan daging ikan.
Gambar 2. Skema Jenis dan Pemberian Pakan Larva Ikan Kerapu
4) Pengelolaan Kualitas Air
Bak penetasan telur yang sekaligus merupakan kolam pemeliharaan larva dengan penambahan phytoplankton Chlorella, dengan kepadatan 5.10 3 -10 4
sel/ml. Phytoplankton akan menggeliminir pembusukkan yang ditimbulkan oleh telur yang tidak menetas dan sisa cangkang telur yang ditinggalkan. Pembersihan dasar kolam dengan cara penyiponan dilakukan pada hari pertama dengan maksud untuk membuang sisa-sisa telur yang tidak menetas dan cangkang telur. Penggantian air dilaksanakan pertama kali pada ketika larva berumur 6 hari (D6) yaitu sebanyak 5 - 10%. Penggantian air dilakukan setiap hari dan dengan bertambahnya umur larva, maka volume air perlu diganti juga semakin banyak. Pada ketika larva telah berumur 30 hari (D30) pengganti air dilakukan sebanyak 20% dan kalau larva telah berumur 40 hari (D40) air yang diganti sebanyak 40%.
sel/ml. Phytoplankton akan menggeliminir pembusukkan yang ditimbulkan oleh telur yang tidak menetas dan sisa cangkang telur yang ditinggalkan. Pembersihan dasar kolam dengan cara penyiponan dilakukan pada hari pertama dengan maksud untuk membuang sisa-sisa telur yang tidak menetas dan cangkang telur. Penggantian air dilaksanakan pertama kali pada ketika larva berumur 6 hari (D6) yaitu sebanyak 5 - 10%. Penggantian air dilakukan setiap hari dan dengan bertambahnya umur larva, maka volume air perlu diganti juga semakin banyak. Pada ketika larva telah berumur 30 hari (D30) pengganti air dilakukan sebanyak 20% dan kalau larva telah berumur 40 hari (D40) air yang diganti sebanyak 40%.
Gambar 4. Prosentase Penggantian Air
3. SUMBER
Brosur Pembenihan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutaftus): Pemeliharaan Larve, Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 1996
4. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian
http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=3&doc=3b7