Muaragembong yaitu salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat. Dikelilingi oleh lahan perairan maritim Jawa yang luas dan terhimpit di antara Jakarta Utara dengan Kabupaten Karawang. Kecamatan ini terletak 64 km dari sentra Kabupaten Bekasi. Tak kurang dari empat jam diharapkan untuk menempuh perjalanan dari kota Jakarta dan sekitar dua setengah jam dari Kabupaten Bekasi. Kecamatan ini terdiri dari enam desa, Jayasakti seluas 220 hektare (Ha), Pantai Mekar 235 Ha , Pantai Sederhana 65 Ha, Pantai Bahagia 265 Ha, Pantai Bakti 2,90 Ha, dan Pantai Harapan Jaya dengan lahan terluas 275 Ha. Kawasan pemukiman penduduk pinggir maritim dengan luas lahan keseluruhan 14.009 hektar tersebut didominasi oleh lahan perairan.
Sebagian besar penduduk Muara Gembong bermatapencaharian sebagai nelayan tradisional yang melaksanakan penangkapan ikan dengan memakai perahu-perahu kecil dengan jarak tangkapan yang tidak terlalu jauh ketengah laut. Karena memakai perahu-perahu yang terbilang masih kecil, maka nelayan-nelayan sangat khuatir akan ombak yang tinggi dan angin yang kencang. Apabila terjadi cuaca ekstrim maka nelayan-nelayan di muaragembong lebih menentukan untuk tidak melaut.
Kehidupan para nelayan di Muaragembong benar-benar terpuruk akhir cuaca ekstrim yang terjadi. Mereka tidak sanggup melaut ditengah angin ribut dan gelombang yang tinggi. Mereka menyebutnya sebagai ekspresi dominan baratan, dimana mereka sama sekali tidak sanggup melaksanakan aktifitas penangkan ikan di maritim alasannya yaitu bahtera mereka tidak akan sanggup menahan ombak yang besar. Untuk menghidupi kebutuhan keluarganya sebagian besar nelayan yang ada di muaragembong beralih profesi sebagai pemulung sampah, kuli tambak rumput laut, tukang ojek Dan pekerjaan serabutan lainnya. Kondisi alam yang membahayakan tersebut terjadi semenjak selesai bulan November hingga Februari.
Gambar 1. Perahu Nelayan Muaragembong yang tidak termanfaatkan selama ekspresi dominan baratan
Menurut penuturan beberapa nelayan yang ada di Muaragembong mereka lebih menentukan berdiam di rumah, sambil mencari kerja serabutan mulai dari kuli tambak rumput laut, tukang ojek dan yang lebih banyak dilakukan yaitu menjadi pemulung sampah-sampah plastik yang ada di pembuangan sampah atau sampah-sampah plastik yang ada di kawasan muara-muara sekitaran rumah warga.
Gambar 2. Nelayan yang beralih profesi sebagai pemulung sampah selama ekspresi dominan baratan
Selain bekerja serabutan, tidak sedikit pula nelayan-nelayan yang hanya berdiam di rumah. Mereka melaksanakan aktifitas-aktifitas lainnya menyerupai memperbaiki perahu-perahu mereka yang bocor dan memperbaiki jaring-jaring. Yang mungkin aktifitas itu sulit dilakukan apabila ekspresi dominan tangkapan sedang bagus. Sehingga selama ekspresi dominan baratan ini mereka manfaatkan untuk melaksanakan perbaikan tersebut.
Gambar 3. Nelayan yang sedang melaksanakan perbaikan jaring
Musim baratan ini terjadi sekitar bulan November selesai hingga dengan bulan Februari dan setelahnya nelayan sanggup beraktifitas menyerupai biasa. Menurut ratifikasi beberapa nelayan yang ada di Desa Pantai Mekar Kec. Muaragembong, dalam sehari selama ekspresi dominan tangkapan mereka bisa menangkap ikan rata-rata 30-50 kg/nelayan/hari. Sedangkan selama ekspresi dominan baratan ini mereka tidak memperoleh hasil tangkapan sama sekali. Mereka mengaku sangat kesusahan pada ekspresi dominan baratan ini alasannya yaitu penghasilan sebagai pemulung pun hanya bisa memenuhi 50% dari kebutuhan mereka setiap hari.
Melihat kepada permasalahan yang terjadi di kawasan Muaragembong dan kemungkinan di seluruh kawasan pesisir Indonesia, maka perlu dilakukan perubahan pola hidup dari nelayan itu sendiri. Perubahan itu tidak akan mungkin terjadi apabila tidak ada pihak yang berusaha untuk membantu merubahnya. Di sinilah diperlukannya peranan penyuluh untuk menyadarkan atau membantu merubah pola kehidupan nelayan. Dalam pelaksanaannya sebuah proses penyuluhan harus dimulai dari pemahaman masyarakat terhadap potensi dan persoalan yang dihadapinya, sehingga terdorong untuk mengupayakan pemecahan persoalan melalui pengembangan semua potensi yang dimilikinya. Pada tahap inilah dimulai tugas seorang penyuluh untuk membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan. Di Kecamatan Muaragembong sendiri hingga dikala ini belum terdapat penyuluh PNS yang menangani bidang perikanan. Sejauh ini training terhadap nelayan sendiri masih dilakukan oleh dua orang Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK) yang bekerja di Muaragembong semenjak tahun 2012 dan dibantu oleh satu orang Penyuluh THL-TB PP.
Dilihat dari hasil tangkapan yang tidak mengecewakan besar pada ekspresi dominan tangkap, seharusnya nelayan tidak perlu mengalami kesulitan yang sangat besar dalam hal keuangan apabila mereka bisa dan mau mengelola keuangannya dengan baik. Maka penyuluhan yang perlu dilakukan di Kecamatan Muaragembong ini yaitu dengan cara mengarahkan nelayan-nelayan tersebut untuk menabung dan mengarahkan nelayan untuk menciptakan perjuangan yang dikelola oleh Kelompok Usaha Bersama (KUB). Sebagai pola menciptakan perjuangan penyediaan perlengkapan alat tangkap, alasannya yaitu walaupun kawasan nelayan, di Muaragembong ini hanya sedikit toko yang menyediakan peralatan tangkap. Tetapi sejauh ini acara yang sudah berjalan untuk melaksanakan perubahan pola hidup tersebut hanya acara menabung.