Induk sanggup dipelihara pada kolam tembok/ tanah, baik secara massal maupun berpasangan dengan sistem sekat. Kolam pemeliharaan induk sekaligus berfungsi untuk kolam pemijahan dengan kepadatan penebaran 1 ekor/m2. Untuk aktivitas pemijahan sanggup memakai perbandingan induk jantan : betina = 1 : 3-4. Pakan yang diberikan berupa pelet terapung (kadar protein ± 28% sebanyak 2% biomass/hari dan daun sente/talas sebanyak 5% bobot biomass/hari.
Untuk memudahkan induk jantan membangun sarang, kolam induk diberi kawasan dan materi sarang. Tempat sarang berupa keranjang plastik lingkaran diameter 20-25 cm atau kawasan lain yang serupa yang ditempatkan pada kedalaman 10-15 cm dibawah permukaan air. Bahan sarang berupa sabut kelapa, ijuk atau materi lain yang sanggup dibentuk sarang yang ditempatkan dipermukaan air sekitar kawasan sarang. Ikan jantan yang sudah memijah akan membangun sarang untuk menampung telur dari induk betina. Biasanya, induk jantan memerlukan waktu 1-2 ahad untuk membangun sarang. Pada pemijahan secara massal, sanggup disediakan sarang sejumlah induk jantan yang ada dengan jarak antarsarang sekitar 1-2 m. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya persaingan dalam membangun sarang.
Induk gurami akan melaksanakan pemijahan bila kedua induk siap dan kondisi memungkinkan. Induk jantan akan mencari kawasan yang kondusif dan hening untuk menciptakan sarang sebagai kawasan menyimpan telur, dengan memungut materi sarang (ijuk, sabut kelapa dll) yang telah dipersiapkan di atas permukaan kolam.
Selanjutnya Sendjaya dan Rizki ( 2002 ) menyatakan, bila sarang sudah siap, induk yang akan memijah saling berkejar-kejaran dan induk betina akan mengeluarkan telur dalam sarang, lalu akan dibuahi oleh induk jantan. Sarang yang telah berisi telur sanggup ditandai bila pada permukaan air di atas sarang terdapat lapisan minyak, atau dengan cara menusuk sarang dengan lidi. Jika lidi yang ditusukkan mengandung minyak, atau muncul minyak dari dalam sarang ke permukaan air, maka sanggup dipastikan sarang tersebut telah berisi telur. Lapisan minyak tersebut berasal dari telur-telur yang pecah. Selain itu sarang yang telah berisi telur biasanya tertutup materi sarang ( ijuk ) yang dibentuk oleh induk jantan, dan induk jantan akan menjaga sarang tersebut. Sarang yang telah berisi telur dipindahkan ke dalam waskom atau bejana untuk diambil telurnya dan selanjutnya memindahkan telur ke kawasan penetasan.
Untuk memudahkan induk jantan membangun sarang, kolam induk diberi kawasan dan materi sarang. Tempat sarang berupa keranjang plastik lingkaran diameter 20-25 cm atau kawasan lain yang serupa yang ditempatkan pada kedalaman 10-15 cm dibawah permukaan air. Bahan sarang berupa sabut kelapa, ijuk atau materi lain yang sanggup dibentuk sarang yang ditempatkan dipermukaan air sekitar kawasan sarang. Ikan jantan yang sudah memijah akan membangun sarang untuk menampung telur dari induk betina. Biasanya, induk jantan memerlukan waktu 1-2 ahad untuk membangun sarang. Pada pemijahan secara massal, sanggup disediakan sarang sejumlah induk jantan yang ada dengan jarak antarsarang sekitar 1-2 m. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya persaingan dalam membangun sarang.
Induk gurami akan melaksanakan pemijahan bila kedua induk siap dan kondisi memungkinkan. Induk jantan akan mencari kawasan yang kondusif dan hening untuk menciptakan sarang sebagai kawasan menyimpan telur, dengan memungut materi sarang (ijuk, sabut kelapa dll) yang telah dipersiapkan di atas permukaan kolam.
Selanjutnya Sendjaya dan Rizki ( 2002 ) menyatakan, bila sarang sudah siap, induk yang akan memijah saling berkejar-kejaran dan induk betina akan mengeluarkan telur dalam sarang, lalu akan dibuahi oleh induk jantan. Sarang yang telah berisi telur sanggup ditandai bila pada permukaan air di atas sarang terdapat lapisan minyak, atau dengan cara menusuk sarang dengan lidi. Jika lidi yang ditusukkan mengandung minyak, atau muncul minyak dari dalam sarang ke permukaan air, maka sanggup dipastikan sarang tersebut telah berisi telur. Lapisan minyak tersebut berasal dari telur-telur yang pecah. Selain itu sarang yang telah berisi telur biasanya tertutup materi sarang ( ijuk ) yang dibentuk oleh induk jantan, dan induk jantan akan menjaga sarang tersebut. Sarang yang telah berisi telur dipindahkan ke dalam waskom atau bejana untuk diambil telurnya dan selanjutnya memindahkan telur ke kawasan penetasan.
Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva Ikan Gurame
Bila sudah dipastikan bahwa sarang sudah berisi telur, maka sarang sanggup dipanen untuk dipindahkan ke kawasan penetasan telur. Panen dilakukan dengan mengangkat sarang secara hati-hati ke dalam bejana yang berisi air kolam. Penggunaan air kolam dimaksudkan biar kondisi air tidak berubah (sama) untuk mengurangi ajal telur. Penggunaan air yang diambil dari luar kolam dikhawatirkan akan mempunyai suhu dan pH yang berbeda dengan kawasan sarangnya sehingga faktor lingkungan yang fluktuatif sanggup menjadikan ajal telur ikan (dapat dilihat pada Gambar 6A).
Untuk membedakan telur yang hidup dan mati sanggup dilihat dari warnanya. Telur yang hidup berwarna kuning cerah bening atau transparan, telur yag mati/rusak berwarna kusam, kuning muda agak keputih-putihan. Telur mengalami ajal alasannya ialah tidak dibuahi. Telur tersebut dengan cepat diserang cendawan berwarna putih yang disebut Saprolegnia. Setelah terserang, telur mati akan membusuk dan akan mengganggu perkembangan telur yang hidup ( sanggup dilihat pada Gambar 6B).
Telur-telur yang rusak dan mati dibuang, lalu telur yang hidup diletakkan pada wadah penetasan yang sebelumnya telur telah dihitung jumlahnya (dapat dilihat pada Gambar 6C). Wadah penetasan yang dipakai sanggup berupa bak-bak atau bejana plastik bervolume 20 liter, paso berdiameter 50 cm yang terbuat dari tanah liat, atau akuarium dengan ukuran 100 x 50 x 40 cm. Kepadatan telur 150-175 butir per liter.
Wadah penetasan ini telah dipersiapkan 1-2 hari sebelumnya dengan diisi air kolam dan air bersih. Ketinggian air disarankan sekitar 20 cm, lalu diberi larutan methylene blue sebanyak 1 cc/ liter untuk mensucihamakan air di wadah penetasan. Sehari sebelum telur dimasukkan, air dalam bak penetasan diaerasi terlebih dahulu biar cukup mengandung oksigen. Telur akan menetas dalam waktu 30 – 36 jam.
Untuk membedakan telur yang hidup dan mati sanggup dilihat dari warnanya. Telur yang hidup berwarna kuning cerah bening atau transparan, telur yag mati/rusak berwarna kusam, kuning muda agak keputih-putihan. Telur mengalami ajal alasannya ialah tidak dibuahi. Telur tersebut dengan cepat diserang cendawan berwarna putih yang disebut Saprolegnia. Setelah terserang, telur mati akan membusuk dan akan mengganggu perkembangan telur yang hidup ( sanggup dilihat pada Gambar 6B).
Telur-telur yang rusak dan mati dibuang, lalu telur yang hidup diletakkan pada wadah penetasan yang sebelumnya telur telah dihitung jumlahnya (dapat dilihat pada Gambar 6C). Wadah penetasan yang dipakai sanggup berupa bak-bak atau bejana plastik bervolume 20 liter, paso berdiameter 50 cm yang terbuat dari tanah liat, atau akuarium dengan ukuran 100 x 50 x 40 cm. Kepadatan telur 150-175 butir per liter.
Wadah penetasan ini telah dipersiapkan 1-2 hari sebelumnya dengan diisi air kolam dan air bersih. Ketinggian air disarankan sekitar 20 cm, lalu diberi larutan methylene blue sebanyak 1 cc/ liter untuk mensucihamakan air di wadah penetasan. Sehari sebelum telur dimasukkan, air dalam bak penetasan diaerasi terlebih dahulu biar cukup mengandung oksigen. Telur akan menetas dalam waktu 30 – 36 jam.
![]() |
Proses Pemindahan Telur |
Setelah telur menetas, terbentuk larva yang masih mempunyai kantong kuning telur. Kuning telur akan habis 10 - 12 hari lalu dan pada dikala itulah larva mulai membutuhkan pakan yang diadaptasi dengan bukaan verbal ikan. Untuk pertama kali, pakan alami sangat baik diberikan pada larva. Fitoplankton dan zooplankton merupakan pakan alami yang sanggup diperoleh dengan cara memupuk kolam dengan pupuk kandang, contohnya kotoran ayam pedaging. Pakan selanjutnya yang diberikan pada larva ialah cacing sutera, sanggup pula diberikan pelet yang dihaluskan, biar ukurannya sesuai dengan bukaan verbal ikan. Menurut Khairuman dan Amri (2003) tingkat penetasan telur dalam wadah terkontrol ( akuarium ) sanggup mencapai 90 % (dapat dilihat pada Gambar 6D).
Sumber :
Halim, Mochamad Abdul. 2011. Budidaya Ikan Gurami. Materi Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. Pusat Penyuluhan KP-BPSDMKP. Jakarta
http://www.medialuhkan.blogspot.co.id/