A. PENDAHULUAN
Ikan merupakan sumber protein yang lebih baik dibanding binatang ternak lantaran rendahnya kandungan/kadar kolesterol dan relatif lebih murah. Sidat merupakan salah satu jenis ikan yang potensial untuk dikembangkan. Sebagian masyarakat menyebutnya sebagai 'Belut Bertelinga' karena keberadaan sirip dadanya mirip daun telinga. Sidat dikenal pula dengan nama lain moa, lubang, dan uling (Jawa Barat); sedangkan di Jawa Tengah menyebutnya dengan nama pelus.
Ikan sidat, Anguilla spp merupakan salah satu jenis ikan yang laris di pasar internasional (Jepang, Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan beberapa negara lain), dengan demikian ikan ini mempunyai potensi sebagai komoditas ekspor. Di Indonesia, sidat banyak ditemukan di daerah-daerah yang berbatasan dengan maritim dalam mirip pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat Sumatera, pantai timur Kalimantan, pantai Sulawesi, pantai kepulauan Maluku dan Irian Barat. Tidak mirip halnya di negara lain (Jepang, dan negara-negara Eropa), di Indonesia sumberdaya sidat belum banyak dimanfaatkan, padahal ikan liar ini baik dalam ukuran benih maupun ukuran konsumsi jumlahnya cukup melimpah.
Tingkat pemanfaatan sidat secara lokal (dalam negeri) masih sangat rendah, akhir belum banyak dikenalnya ikan ini, sehingga kebanyakan penduduk Indonesia belum familiar untuk mengkonsumsi sidat. Demikian pula pemanfaatan sidat untuk tujuan ekspor masih sangat terbatas. Agar sumberdaya sidat yang keberadaannya cukup melimpah ini sanggup dimanfaatkan secara optimal, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategis yang diawali dengan mengenali kawasan yang mempunyai potensi sumberdaya sidat (benih dan ukuran konsumsi) dilanjutkan dengan upaya pemanfaatannya baik untuk konsumsi lokal maupun untuk tujuan ekspor.
B. KARAKTERISTIK SIDAT
Dalam ilmu taksonomi hewan, berdasarkan Nelson (1994) ikan sidat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Subkelas : Neopterygii
Division : Teleostei (Ikan bertulang belakang)
Ordo : Anguilliformes (Sidat)
Famili : Anguillidae
Genus : Anguilla
Species : Anguilla spp.
Berbeda dengan belut, sidat mempunyai sirip dada, sirip punggung, dan sirip dubur yang sempurna. Sirip punggung dan sirip perut memanjang ke belakang dan menyatu dengan sirip ekor. Sangat menonjol terlihat adanya sirip dada sepasang di kiri dan di kanan yang terletak di belakang kepala sehingga orang menduga sirip itu ialah „daun bertelinga‟ sehingga dinamakan pula „belut bertelinga‟.
Tubuh sidat bersisik kecil-kecil membujur, berkumpul dalam kumpulan-kumpulan kecil yang masing-masing kumpulan-kumpulan terletak miring pada sudut siku terhadap kumpulan-kumpulan di sampingnya. Bentuk tubuh yang memanjang mirip ular memudahkan bagi sidat untuk berenang diantara celah-celah sempit dan lubang di dasar perairan mirip ular. Warna tubuh abu-abu gelap di punggung, di kepingan dada/perut berwarna keputihan.
Panjang tubuh ikan sidat bervariasi tergantung jenisnya yaitu antara 50-125 cm. Ketiga siripnya yang mencakup sirip punggung, sirip dubur dan sirip ekor menyatu. Selain itu terdapat sisik sangat kecil yang terletak di bawah kulit pada sisi lateral. Perbedaan diantara jenis ikan sidat sanggup dilihat antara lain dari perbandingan antara panjang preanal (sebelum sirip dubur) dan predorsal (sebelum sirip punggung), struktur gigi pada rahang atas, bentuk kepala dan jumlah tulang belakang.
Sidat termasuk ikan karnivora (pemakan daging). Sama halnya dengan belut sawah (Monoterus albus/Fluta alba), lele (Clarias batracus), dan gabus (Ophiocephalus striatus). Di alam aslinya, sidat memangsa ikan, kodok, udang, dan juga sesama sidat (kanibalisme). Kanibalisme akan terjadi apabila populasi sidat dalam satu koloni sangat besar, tetapi volume pakan kurang.
C. SIKLUS HIDUP SIDAT
Sidat merupakan ikan, berbentuk panjang bertulang tipis ordo Anguilliformes. Karena nelayan dahulu tidak pernah mengetahui anakan sidat, siklus hidup sidat ialah misteri untuk jangka waktu yang sangat panjang dalam sejarah ilmiah perikanan. Sidat tumbuh besar di perairan tawar, sehabis sampaumur kembali ke maritim untuk berpijah.
Dalam siklus hidupnya, sehabis tumbuh dan berkembang dalam waktu yang panjang di perairan tawar, sidat sampaumur yang lebih dikenal dengan yellow eel berkembang menjadi silver eel (matang gonad) yang akan bermigrasi ke maritim untuk memijah.
Pada stadium larva, sidat hidup di laut. Bentuknya mirip daun lebar, tembus cahaya, dan dikenal dengan sebutan leptocephalus. Larva ini hidup terapung-apung di tengah samudera. Leptocephalus hidup sebagai plankton terbawa arus samudera mendekati kawasan pantai. Pada stadium elver, sidat banyak ditemukan di pantai atau muara sungai. Panjang tubuh 5-7 cm, tembus cahaya. Burayak (anak ikan/impun) akan hidup di air payau hingga umur satu tahun. Ketika itulah sidat akan berenang melawan arus menuju hulu sungai. Setelah bertemu dengan perairan yang dalam dan luas, contohnya lubuk, bendungan, rawa atau danau, sidat akan menetap dan tumbuh menjadi ikan buas dan liar. Impun sampaumur inilah yang selanjutnya dikenal sebagai sidat. Ketika itulah ia akan kembali ke maritim lepas untuk kawin dan berkembangbiak. Setelah berpijah, induk akan mati. Pola hidup sidat bertolakbelakang dengan ikan salmon (Salmonidae). Salmon justru hidup di laut, tetapi kawin dan berkembangbiak di air tawar di pedalaman. Perilaku catadromous, tidak hanya terjadi pada sidat, melainkan juga udang galah.
D. JENIS-JENIS SIDAT
Sidat (eels) ialah ikan dari famili Anguillidae. Ada sekitar 16 sd. 20 spesies sidat, yang kesemuanya merupakan genus Anguilla. Di antaranya ialah Sidat Eropa (Anguilla anguilla); Sidat Jepang (Anguilla japonica), Sidat Amerika (Anguilla rostrata); Sidat sirip pendek (Anguilla australis), Sidat putih (Anguilla marmorata), Sidat loreng (Anguilla nebulosa), Sidat loreng India (Anguilla bengalensis bengalensis), Sidat loreng Afrika (Anguilla bengalensis labiata), Sidat sirip pendek Indonesia (Anguilla bicolor bicolor), sidat sirip pendek india (Anguilla bicolor pacifica), sidat sirip panjang Indonesia (Anguilla malgumora), sidat sirip panjang Sulawesi (Anguilla celebensis), sidat sirip panjang Selandia Baru (Anguilla dieffenbachii), sidat sirip panjang dataran tinggi (Anguilla interioris), sidat sirip panjang Polynesia (Anguilla megastoma), sidat sirip panjang Afrika (Anguilla mossambica), sidat sirip pendek pasifik atau sidat pasifik selatan (Anguilla obscura), sidat bintik sirip panjang atau sidat sirip panjang Australia (Anguilla reinhardtii).
Sidat merupakan ikan catadromous. Yakni ikan yang hidupnya di perairan air tawar di pedalaman. Baik berupa sungai besar, danau, waduk atau rawa, tetapi berkembangbiak di laut. Indonesia paling sedikit mempunyai enam jenis ikan sidat yakni: Anguilla marmorata, Anguilla celebensis, Anguilla ancentralis, Anguilla borneensis, Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla bicolor pacifica. Jenis-jenis ikan tersebut menyebar di daerah-daerah yang berbatasan dengan maritim dalam. Di perairan daratan (inland water) ikan sidat hidup di perairan estuaria (laguna) dan perairan tawar (sungai, rawa dan danau) dataran rendah hingga dataran tinggi.
]enis sidat yang sering ditangkap nelayan hanya dua yaitu sidat kembang (Anguilla mauritiana) dan sidat anjing (Anguilla bicolon). Kedua jenis ini berdiam dalam lubang pada cadas-cadas atau diantara sela-sela batu, dan yang disukai masyarakat ialah sidat kembang. Sidat anjing kurang disukai, bahkan ditolak untuk menyantap dagingnya lantaran namanya yang diembel-embel "anjing".
Sidat Indonesia Anguilla bicolor bicolor, Anguilla marmorata, maupun Anguilla celebensis, populasinya sangat mengkhawatirkan. Sidat Sulawesi, Anguilla celebensis yang terdapat di danau Poso, Sulawesi Tengah, malahan sudah sangat kritis keadaannya. Sebab sidat ini hanya endemik di pulau Sulawesi. Beda dengan Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla marmorata yang meskipun diberi nama Indonesia, sebaran habitatnya mulai dari Madagaskar hingga ke Pasifik. Meskipun populasi Anguilla bicolor bicolor, dan Anguilla marmorata masih tidak sekritis Anguilla celebensis, namun penelitian untuk budidaya secara intensif sudah sangat mendesak.
Budidaya ikan sidat, bukan sekadar perjuangan peternakan, melainkan sebuah matarantai agroindustri yang satu sama lain saling terikat. Di Jepang, laboratorium penelitian sidat, berusaha untuk menemukan teknik pemijahan secara buatan. Hingga di Jepang, sidat Anguilla japonica, sudah bisa dipijahkan secara buatan mirip halnya kita memijahkan ikan mas, lele dan udang. Dengan dikuasainya teknik pemijahan buatan, maka industri benih sidat di Jepang menjadi kepingan dari agroindustri komoditas sidat. Dengan industri benih yang cukup maju, maka industri pembesaran sidat konsumsi juga berkembang cukup pesat. Para peternak sidat di Jepang, cukup menyediakan kolam, meramu pakan sendiri atau membeli pakan jadi, dan membeli benih dan memeliharanya hingga sidat siap jual.
E. KANDUNGAN GIZI SIDAT
Komposisi kimia hasil perikanan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ialah faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya ialah penyakit dan keturunan (jenis/gen). Sedangkan faktor luar dipengaruhi oleh kondisi lingkungan baik biotik maupun abiotik. Stadia fisiologis juga akan mempengaruhi komposisi. Pada stadia juvenile, remaja, matang gonad, dan pascamemijah komposisi kimia akan diadaptasi dengan kebutuhan fisiologis dari hasil perikanan.
]enis kuliner yang tersedia juga mempengaruhi komposisi kimia ikan, sebagai pola hasil penelitian yang memperlihatkan perlakuan pakan tambahan dengan karbohidrat pada ikan Anguilla anguilla memperoleh komposisi sebagai berikut: air 57,21%, protein 15,89%, lemak 25,61%, dan debu 2,12%. Sebaliknya hasil penelitian terhadap ikan sidat (Anguilla bicolor) yang diberi pakan protein dengan kadar bervariasi yang berkisar antara 40,25-55,21 % menghasilkan protein 18,04-20,32%; air 67,79-70,73%; lemak 7,23-8,01 %; debu 2,69- 3,20% dan serat agresif 0,73-0,77%. Semakin tinggi kadar protein pakan yang diberikan semakin tinggi pula kadar protein daging ikan yang terukur. Komposisi kimia beberapa jenis ikan sidat sanggup dilihat pada Tabel 1 dan komposisi asam aminonya sanggup dilihat pada Tabel 2.
Ikan sidat yang ditangkap dari alam khususnya Anguilla bicolor termasuk ikan berlemak rendah dan sedang dengan kadar protein yang tinggi. Penelitian Saleh (1993) menghasilkan protein berkisar 17,5- 21,5%, air 71,5-75,9%, lemak 3,3-9,5% dan debu 1,0-1,6%.
Tabel 1. Komposisi kimia beberapa jenis ikan sidat dalam 100 gram materi segar (%) Komponen | Anguilla japonica' | Anguilla bicolor' | Anguilla bicolor' |
Protein | 16,8 | 18,70-20,32 | 17,5-21,5 |
Lemak | 12,4 | 7,23-8,11 | 3,3-9,5 |
Air | 69,6 | 67,79-70,73 | 71,5-75,9 |
Abu | 1,2 | 2,69-3,20 | 1,0-1,6 |
Serat | - | 0,73-0,77 | - |
Sumber: FAO (1972), Rahman (1997), Saleh (1993) |
Beberapa tahun belakangan ini ditemukan bahwa ikan sidat mengandung aneka macam asam lemak tak jenuh yang tinggi yang tak ada pada binatang lainnya, sehingga sanggup merupakan kuliner utama yang memenuhi nafsu makan manusia, tanpa perlu kuatir tubuh akan menjadi gemuk. Tabel 1 dan 2 memperlihatkan bahwa komposisi kimia ikan sidat baik dalam satu jenis maupun jenis yang berbeda kadarnya juga berbeda. Hal ini sanggup disebabkan oleh aneka macam faktor. Salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya ialah jenis kuliner yang tersedia, sebagaimana terlihat pada Tabel 2 dengan pemberian protein yang semakin tinggi akan diikuti pula oleh kadar protein daging yang tinggi dan kadar air yang semakin rendah. Pakan dengan kadar protein 40,25% menghasilkan ikan dengan protein terendah dibanding pakan yang kadar protein 55,22%.
Tabel 2. Komposisi asam amino ikan sidat (Anguilla bicolor) dengan perlakuan pakan (protein) yang berbeda (gram/100 gram protein)
Jenis asam amino | 40,25% | 45,28% | 50,31% | 55,22% |
Esensial | ||||
Isoleusin | 2,67 | 2,72 | 2,61 | 2,72 |
Leusin | 4,49 | 4,86 | 4,36 | 4,19 |
Lisin | 2,75 | 2,46 | 2,83 | 3,87 |
Metionin | 1,71 | 1,58 | 1,59 | 3,87 |
Fenilalanin | 2,39 | 2,44 | 2,35 | 2,26 |
Tirosin | 3,88 | 3,93 | 3,90 | 3,44 |
Treonin | 1,67 | 1,12 | 1,80 | 2,09 |
Valin | 2,87 | 2,84 | 2,85 | 2,88 |
Non esensial | ||||
Asam aspartat | 5,59 | 5,27 | 5,64 | 5,39 |
Asam glutamat | 10,11 | 10,35 | 11,32 | 10,79 |
Serin | 2,15 | 2,57 | 2,45 | 2,71 |
Histidin | 1,41 | 1,18 | 0,59 | 1,02 |
Glisin | 4,05 | 5,04 | 4,99 | 0,48 |
Arginin | 7,76 | 8,45 | 8,95 | 8,92 |
Alanin | 0,75 | 0,90 | 0,89 | 0,81 |
Kadar protein (%) | 18,04 | 18,70 | 19,54 | 20,32 |
Kadar air (%) | 70,73 | 69,38 | 68,38 | 67,79 |
Kadar lemak (%) | 7,23 | 7,81 | 7,66 | 8,11 |
Kadar debu (%) | 2,69 | 3,04 | 3,20 | 3,05 |
Serat agresif (%) | 0,73 | 0,77 | 0,75 | 0,76 |
Selain kadar protein yang menentukan komposisi kimia ikan, kadar karbohidrat juga berpengaruh. Pemberian karbohidrat yang tinggi sanggup menghasilkan ikan dengan kadar lemak tinggi sesuai hasil penelitian yang telah dilakukan. Dari hasil ini sanggup diketahui bahwa ikan sidat yang rakus dan bersifat karnivor ternyata dengan pakan yang kaya karbohidrat juga bisa menghasilkan lemak tinggi, tetapi kadar proteinnya relatif rendah. Lemaknya sanggup mencapai 25,61 %, protein 15,89%, dan kadar air 57,21 %.
Berdasarkan jenis pakan yang diberikan sesungguhnya pengguna sanggup menentukan ikan yang diharapkan, apakah kaya protein atau kaya lemak serta teksur yang bagaimana. Komposisi kimia ikan ini tidak hanya ditentukan oleh pakan saja, tetapi juga ditentukan oleh fase fisiologis dari ikan tersebut. Namun untuk ikan sidat belum ada data akurat mengenai perbedaan komposisi yang disebabkan oleh fase fisiologis dari ikan.
Rasa ikan sidat harum dan enak, disebut sebagai “ginseng air”, fungsinya dalam memperpanjang umur dan melawan kelemahan dan penuaan tak ternilai. Sidat mempunyai kandungan nutrisi protein, karbohidrat, serta omega 3 yang tinggi. Sehingga menguatkan fungsi otak dan memperlambat terjadinya kepikunan. Dibanding ikan salmon, sidat mengandung DHA (Decosahexaenoic acid, zat wajib untuk pertumbuhan anak) sebanyak 1.337 mg/100 gram sementara ikan salmon hanya 748 mg/100 gram. Kandungan EPA (Eicosapentaenoic acid) yang terdapat dalam ikan sidat sebesar 742 mg/100 gram sementara salmon hanya 492 mg/100 gram. Ikan sidat mempunyai kandungan asam lemak Omega 3 tinggi, yakni sekitar 10,9 gram per 100 gram. Omega 3 ini dipercaya bisa meningkatkan fungsi mental, memori, dan konsentrasi manusia. Zat yang banyak terdapat dalam lemak sidat ini juga terbukti bisa mengobati depresi, tanda-tanda penyakit kejiwaan atau schizophrenia. Mengkonsumsi ikan sidat sanggup mengatur imunitas tubuh manusia, sebagai anti oksidan, menghilangkan racun tubuh, serta memperlambat penuaan.
Ikan sidat ialah sejenis ikan yang mempunyai nilai gizi sangat tinggi, kaya akan protein serta vitamin D dan E, serta mempunyai mucoprotein yang kaya, disebut sebagai asam amino lemak ganggang dan asam ribonukleat. Ikan sidat juga terbukti mengandung vitamin A dengan kadar 100 kali lebih banyak dibandingkan ikan-ikan yang lain. Untuk 100 gram daging sidat mengandung 5000 IU vitamin E. Sudah menjadi diam-diam umum bahwa ikan sidat ialah rajanya ikan untuk kandungan nutrisi yang ada didalam tubuhnya, ini berdasarkan penelitian kedokteran modern yang menemukan bahwa kandungan vitamin dan mikronutrien dalam ikan sidat sangat tinggi, di antaranya:
1). vitamin B1, 25 kali lipat susu sapi
2). vitamin B2, 5 kali lipat susu sapi
3). vitamin A, 45 kali lipat susu sapi,
4). kandungan zinc (emas otak) 9 kali lipat susu sapi.
Teknologi menemukan bahwa daya hidup ikan sidat yang asing bersumber dari tulang sum-sumnya yang besar dan kuat. Penelitian modern memperlihatkan bahwa tulang sum-sum ikan sidat mengadung beratus-ratus jenis zat bergizi, gizi dan nilai farmakologinya yang istimewa telah mendapat perhatian yang luas dari para pakar.
Sudah banyak terbukti, mengkonsumsi ikan sidat secara teratur sanggup mendorong terbentuknya lemak fosfat dan perkembangan otak besar, bermanfaat untuk meningkatkan daya ingat. Juga memperbaiki sirkulasi kapiler, mempertahankan tekanan darah normal, mengobati pembuluh darah otak.
Banyak orang merasakan manfaat mengkonsumsi ikan sidat untuk penyakit rabun jauh, rabun dekat, glukoma dan penyakit mata kering disebabkan lantaran mata terlalu lelah.
Minyak ikan sidat dibentuk dari ekstrak sum-sum ikan sidat segar, mengandung tiga jenis nutrient penting yaitu: asam lemak omega 3 (DHA & EPA) , Phospholipids dan antioksidan Vitamin E.
F. PANEN
Pemanenan sidat berupa 2 jenis yaitu :
1) Berupa benih/bibit yang dijual untuk diternak/dibudidayakan.
2) Berupa hasil selesai pemeliharaan sidat yang siap dijual untuk konsumsi
(besarnya/panjangnya sesuai dengan undangan pasar/konsumen).
Panen sidat dilakukan dengan penangkapan secara seksama semoga tidak merusak kulit. Penangkapan dilakukan sebagai berikut.
- Dua hingga tiga hari sebelum penangkapan sidat tidak diberi makan. Ketika akan ditangkap barulah sidat diberi makan. Ketika sidat berkumpul memperebutkan pakan sanggup diciduk dengan sendok berjaring.
- Kolam dikeringkan dan sidat ditampung dalam kantung yang terbuat dari jaring halus sepanjang 3 m yang dikaitkan pada pipa pengeluaran air. Sidat diarahkan masuk ke jaring penampungan.
- Pisahkan antara belut/sidat yang berukuran besar (cepat pertumbuhannya) dengan belut/sidat yang pertumbuhannya lambat. Pemisahan ini penting mengingat kedua jenis ikan ini bersifat kanibal. Sering dijumpai belut/sidat yang besar memakan yang kecil.
- Sidat dikumpulkan dalam kolam penampungan berair dangkal yang dilengkapi aerator.
G. PEMBEROKAN
Sidat yang akan diperdagangkan diberok dulu dalam kolam pemberokan yang berair jernih mengalir. Sebelum dikemas, sidat yang akan dikirim jauh dengan usang perjalanan lebih dari 12 jam harus diberokan (dipuasakan). Pemberokan dilakukan untuk “membersihkan” isi perut sidat sehingga selama diperjalanan tidak mengeluarkan feses yang sanggup menurunkan kualitas kemasan. Disamping itu, pemberokan juga bertujuan untuk menghilangkan bacin lumpur, dengan demikian saat dikonsumsi, dagingnya tidak lagi berbau tanah.
Lama pemberokan tergantung suhu air lokasi. Di Eropa yang airnya bersuhu 15o C, perlakuan pemberokan cukup 3 hari. Di Indonesia yang airnya bersuhu sekitar 25o C diharapkan waktu 7-10 hari untuk memberoknya.
Berikut ini tahap-tahap memberok:
1. Masukkan sidat ke dalam kolam fiber berisi air bersih. Bak fiber berukuran 2 x 2 x 1,5 meter dengan ketinggian air 0,5 meter sanggup diisi 20 ekor sidat dengan berat 1,5 kg/ekor. Beri aerasi untuk menjaga kadar oksigen terlarut.
2. Diamkan sidat selama 24-36 jam. Semakin jauh perjalanan, masa pemberokan semakin lama.
Sidat yang telah diberok selanjutnya bisa dikirimkan ke pedagang pengumpul untuk disalurkan ke pedagang eceran. Bisa juga dikirim ke perusahaan eksportir untuk dikirim ke luar negeri, contohnya Jepang atau Hongkong.
H. PENGIRIMAN HIDUP
Mengirim sidat hidup dalam jumlah banyak memerlukan perlakuan-perlakuan rumit selama pengangkutannya. Sidat terlebih dahulu ditempatkan dalam tangki-tangki di atas truk. Waktu mengangkutnya malam hari semoga suhu udara malam sanggup menekan suhu air dalam tangki serendah-rendahnya. Begitu pula dalam mengisikan air dalam tangki harus menunggu udara malam yang sejuk. Selama perjalanan pun air dalam tangki harus disirkulasikan dengan pompa air dan dihembusi udara segar dengan kompresor yang cukup kuat guna menambah zat asam dalam airnya.
Perbandingan bobot air dan sidat ialah 1:1. Hal ini berarti bahwa satu ton air (1.000 liter) hanya bisa untuk mengangkut sidat sebanyak satu ton (1.000 kg) sidat. Kalau per ekor sidat berukuran 40 cm rata-rata berbobot 250 gram, maka untuk 1.000 liter air hanya bisa diisi 4.000 ekor sidat hidup.
Ditempat penampungan, sidat ditimbun dulu sementara dalam bak-bak beton yang harus diberi peneduh berupa terpal plastik, kondisi airnya harus disirkulasikan dengan pompa air serta dihembusi kompresor. Dengan demikian suhu air tidak menjadi terlalu panas dan selalu mencukupi kadar oksigen terlarut. Setiap sidat yang kedapatan mati secepatnya disingkirkan semoga tidak mengotori air kolam lebih lama. Di dalam bak-bak penimbunan ini sidat bisa disimpan berminggu-minggu asal air diusahakan tetap segar dan sidat tetap kosong perutnya.
Pengangkutan sidat hidup juga sanggup memakai kantung plastik yang diberi zat asam. Pergunakan kantung plastik dua lapis. Masukkan ke dalamnya 10 kg sidat, masukkan beberapa butir es kerikil semoga suhu air rendah dan kegiatan sidat turun. Masukkan zat asam, dan kantung diikat kuat. Masukkan kantung tersebut dalam dus untuk dikemas.
Cara pengiriman melalui pesawat udara:
Persiapan:
- Dalam satu box Styrofoam sanggup diisi sidat seberat 20 kg, yang nanti ditambah dengan air 2 liter.
- Plastik yang dipakai untuk pengiriman ialah jenis plastik HD tebal. Pada ujung-ujung plastik lapis 2 tersebut diikat dengan karet untuk mencegah kebocoran dari ujung plastik.
- Oksigen, es kerikil (berat @0.5 kg sebanyak 2 buah), lakban, karet gelang disiapkan
Penanganan sebelum ikan sidat dikemas:
1. Sidat di bius dengan cara; air kolam suhunya diturunkan sehingga berkisar 22-25 oC. dengan memasukkan es eksklusif ke dalam kolam berisi sidat.
2. Lalu siapkan plastik diisi air (dari kolam pembiusan sidat) sekitar 2-2.5 kg air, kemudian es yang 1/2kg (2 buah) dimasukkan ke dalam plastik yang isi air tersebut.
3. Setelah sidat dimasukkan ke dalam plastik berisi air tersebut, kemudian plastik diisi oksigen secukupnya (sesuai dimensi box styrofoam yang digunakan) kemudian diikat yang rapat dengan karet gelang.
4. Plastik yang berisi sidat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam box styrofoam yang sudah disiapkan, dilakban, kemudian siap dikirim
I. PENANGANAN SIDAT
Pada pemeliharaan sidat secara komersial dan dalam jumlah yang besar, penanganan pasca panen perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini semoga sidat sanggup diterima oleh konsumen dalam kualitas yang baik, sehingga mempunyai jaringan pemasaran yang luas.
Sebelum diolah dan diawetkan daging sidat perlu dibersihkan dulu dari lendirnya. Lendir di kulit ikan mengandung banyak senyawa nitrogen dan merupakan sumber hara bagi mikro-organisme. Lendir juga gampang rusak dan menimbulkan aroma menyimpang pada ikan, dan membuka jalan bagi penetrasi basil lebih jauh lagi. Untuk memudahkan menghilangkan lendir bisa dengan cara memberi debu atau menetesinya dengan air jeruk nipis. Selanjutnya sidat dicuci higienis sehabis dikerok badannya dengan pisau tumpul. Bagi yang ahli, belut bisa dikuliti. Konon kulit belut bisa diawetkan dan bisa dibentuk sepatu.
Setelah lendir higienis kemudian perut dibelah memanjang dan seluruh isi dalamnya dibuang semoga dagingnya tidak pahit. Perut dibersihkan hingga tulang punggung, kemudian insang dibuang dan ekornya dipotong. Kalau mau dibentuk dendeng, kepala dan ekor harus dihilangkan. Setelah itu dicuci bersih.
J. PENGAWETAN DAN PENGOLAHAN SIDAT
Sidat yang masih hidup atau gres saja ditangkap sangat cantik untuk diawet atau diasap. Sidat yang masih segar, dagingnya padat, matanya jernih, insangnya merah, dan cantik warnanya.
Selain sebagai penangkap, pengumpul, pembudi daya, dan juga pemasaran, perjuangan sidat sanggup dilakukan juga sebagai pengawet dan juga sebagai pengolah. Kedua jenis perjuangan ini juga bisa mendatangkan laba yang besar. Selain itu, resiko sebagai pengawet atau sebagai pengolah sangat kecil lantaran sidatnya sengaja dibunuh. Sidat yang sudah mati –asal tidak busuk-bisa dijadikan sebagai materi dalam perjuangan ini.
Pengawet sidat ialah orang-orang yang melaksanakan perjuangan dalam mengawetkan sidat. Bentuk sidat hasil pengawetan tidak berubah atau masih utuh, tetapi sidat itu bisa bertahan usang atau tidak membusuk. Rasa daging sidat dari hasil pengawetan ini memang berubah tetapi bukan jadi tidak lezat, justru menambah kelezatan daging sidat itu sendiri dan ciri khas rasa daging sidat tidak hilang. Ada tiga jenis hasil pengawetan yang umum diperdagangkan, yaitu sidat asap, dendeng sidat, dan sidat beku. Sidat asap dan dendeng sidat bisa dijual dengan harga antara Rp 100.000,00 – RP 150.000.00/kg.
Pengolah sidat ialah orang-orang yang melaksanakan perjuangan dalam mengolah sidat menjadi jenis kuliner lain. Bentuk sidat hasil pengolahan terang sudah berubah dan tidak utuh lagi. Meskipun bentuknya berubah, tetapi rasa khas daging sidat tidak hilang. Justru rasanya semakin lezat. Ada satu jenis hasil pengolahan yang umum diperdagangkan, yaitu abon sidat. Selain abon, sidat juga bisa dibentuk sosis. Abon sidat dan sosis sidat bisa dijual dengan harga antara Rp. 100.000,00 – Rp 150.000,00/kg.
Sidat yang terlalu besar kurang empuk dagingnya. Daging sidat semacam ini sebaiknya dibentuk dendeng saja.
K. OLAHAN IKAN SIDAT
Upaya untuk meningkatkan daya terima masyarakat terhadap ikan sidat dan nilai tambah ikan sidat itu sendiri, maka produk yang dijual ke konsumen seyogyanya bukan hanya dalam bentuk segar, tetapi juga dalam bentuk olahan. Oleh lantaran itu, maka kajian-kajian perihal proses pengolahan ikan sidat perlu dikembangkan terutama produk olahan yang sangat diminati oleh konsumen lokal maupun konsumen internasional.
1. Sidat asap
Ikan asap ialah hasil pengawetan ikan secara tradisional yang pengerjaannya merupakan gabungan dari penggaraman (perendaman dalam air garam) dan pengasapan sehingga memperlihatkan rasa khas. Ikan asap merupakan produk selesai yang siap untuk dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah sanggup disantap.
Pengasapan termasuk salah satu cara pengawetan ikan. Inti pengasapan ialah ikan ditaruh di atas pembakaran sehingga terus-menerus terasapi. Pengasapan ada dua macam, yaitu pengasapan panas dan pengasapan dingin. Pengasapan panas ialah pengasapan yang dilakukan dengan cara ikan didekatkan pada api. Adapun pengasapan dingin, ikan diletakkan agak jauh dengan api. Alat pengasapan dibentuk sedemikian rupa sehingga memungkinkan asap terus-menerus mengasapi ikan.
Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut memperlihatkan warna dan rasa padatan yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan kuliner lantaran adanya agresi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung dalam asap.
Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan perembesan asap kedalam daging ikan dan pengeringannya tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan kandungan air dari ikan yang diasapi.
Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ikan Asap
1. Bahan Mentah (raw material)
Seperti halnya dengan cara-cara pengawetan ikan lainnya, pengasapan tidak sanggup menyembunyikan atau menutupi karakteristik-karakteristik dari ikan yang sudah mundur mutunya. Oleh lantaran itu, untuk mendapat ikan asap yang bermutu baik harus memakai materi mentah (ikan) yang masih segar. Sebagian besar dari penyebab rendahnya mutu ikan asap ialah digunakannya ikan-ikan yang sudah hampir busuk yang akan menghasilkan produk selesai yang lembek, lengket dan permukaannya tidak cemerlang. Selain dari kesegarannya, faktor-faktor lainnya juga sanggup menentukan mutu dari produk akhir, contohnya dampak animo dan kondisi ikan tersebut.
2. Perlakuan-perlakuan pendahuluan (pre-treatments)
Di daerah-daerah perikanan, beberapa jenis ikan asap dibentuk dari ikan utuh atau sudah disiangi kadang kala tanpa kepala. Lainnya dalam bentuk sayatan (fillet) atau dibelah dengan aneka macam cara, masing-masing dengan karakteristik tertentu. Satu hal yang harus diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus benar-benar dibersihkan sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya.
Perlakuan pendahuluan yang paling umum dilakukan ialah penggaraman. Sekarang pada umumnya penggaraman dilakukan dengan cara penggaraman berair atau larutan (brine salting). Untuk mendapat perlakuan yang seragam adonan air garam dan ikan harus sekali-sekali diaduk. Untuk mendapat ikan asap yang bermutu baik, larutan garam yang dipakai harus mempunyai kejenuhan antara 70 – 80%. Larutan di atas 100% akan merusak produk yaitu dengan terbentuknya kristal-kristal garam di atas permukaan ikan. Sebaliknya bila memakai larutan garam yang kejenuhannya di bawah 50% akan menghasilkan ikan asap yang kurang baik mutunya.
Karena banyaknya garam yang terserap oleh ikan yang merupakan hal yang sangat penting pada proses pengawetan, maka kepekatan garam dalam larutan harus selalu dikontrol. Seringkali penambahan garam ke dalam larutan garam dilakukan secara sembarangan saja tanpa memakai salinometer (alat untuk mengukur kepekatan garam). Sebaliknya setiap kelompok ikan (batch) harus memakai larutan garam gres dan wadah-wadah harus dibersihkan, yaitu untuk mencegah terjadinya pencemaran ikan oleh bakteri-bakteri dan kotoran-kotoran yang berasal dari insang dan kulit ikan-ikan yang telah digarami sebelumnya. Efek lain yang sanggup timbulkan oleh pemakaian larutan garam bekas ialah adanya protein ikan yang melarut dan ini akan membentuk gumpalan-gumpalan yang akan menempel pada ikan hingga mengakibatkan rupa ikan tidak menarik lagi.
3. Pengeringan Sebelum Pengasapan
Setelah penggaraman dan pembersihan dengan air tawar, kemudian dilakukan tahap pengeringan yaitu untuk menghilangkan sebagian air sebelum proses pengasapan. Pengeringan atau penirisan sanggup dilakukan dengan cara mengantung ikan di atas rak-rak pengering di udara yang terbuka. Hal ini sanggup dilakukan pada kondisi iklim di mana kelembaban nisbi rendah. Akan tetapi bila iklim setempat mempunyai kelembaban yang tinggi hingga proses pengeringan menjadi sangat lambat, maka tahap pengeringan harus dilakukan dalam lemari pengering.
Protein ikan yang larut dalam garam akan membentuk lapisan yang agak lengket dan sehabis kering akan mengakibatkan permukaan ikan menjadi mengkilap. Kilap ini merupakan salah satu kriteria yang diinginkan pada ikan asap yang bermutu baik. Kilap yang baik sanggup diperoleh dengan memakai larutan garam yang mempunyai kejenuhan 70 – 80%, sedangkan kejenuhan yang lebih rendah akan mengakibatkan rupa yang agak suram.
Tahapan Pengolahan
Bahan :
- Sidat
- Garam
Cara membuat:
- Sidat hidup disayat mulai dari leher hingga ke bawah anus dan buang isi perutnya.
- Sidat yang telah disiangi dicuci kemudian digarami.
- Gantung sidat dengan posisi kepala di atas berderet mirip jemuran.
- Masukkan sidat yang telah tergantung dalam panggangan yang dibawahnya dibakar kayu yang menimbulkan asap. Pintu panggangan dibiarkan terbuka semoga asap yang menimbulkan aroma meresap pada daging sidat. Prosesnya sekitar 25 menit.
- Pintu panggangan ditutup, bara disemprot oksigen semoga suhu menjadi lebih panas selama 5 menit dan daging sidatnya setengah kering.
- Pindahkan sidat dalam panggangan listrik untuk dikeringkan hingga tingkat kematangan tertentu.
- Setelah dikeluarkan dari oven, sidat asap diangin-anginkan dan untuk selanjutnya dikemas.
2. Sidat Panggang (Unagi kabayaki)
Dalam proses pengasapan panas ikan yang akan diasapi diletakkan cukup bersahabat dengan sumber asap. Proses pengasapan panas juga sering disebut proses pemanggangan ikan. Pengasapan panas lebih dirancang untuk meningkatkan aroma melalui asap itu sendiri, dibandingkan untuk pengawetan ikan akhir asap. Pengasapan panas memakai suhu yang cukup yaitu 80 -90 oC. Karena suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan tidak perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap. Pengasapan panas pada prinsipnya merupakan perjuangan penanganan ikan secara perlahan. Pada pengasapan panas terjadi perembesan asap, ikan cepat menjadi matang tetapi kadar air di dalam daging masih tinggi sehingga tidak tahan lama.
Masakan yang dikenal dengan istilah unagi adalah sajian sidat panggang yang menjadi favorit di Jepang. Bukan hanya lantaran rasanya yang enak, tapi juga kuliner ini dipercaya bisa membangkitkan vitalitas. Orang Jepang memakannya biasanya pada animo panas (akhir bulan Juli) semoga memperlihatkan kekuatan dan vitalitas hingga selesai tahun. Unagi termasuk kuliner yang paling mahal di restoran-restoran Jepang dan hanya disuguhkan bagi orang-orang penting.
Sidat tanpa tulang diolah menjadi unagi-no-kabayaki (sidat panggang) yang diberi saus manis kabayaki (seperti teriyaki). Masyarakat Jepang kepingan timur dan kepingan barat mempunyai cara yang berbeda dalam mengolah sidat. Di Jepang kepingan timur, sidat dipanggang, direbus dan kemudian dipanggang lagi sebelum dimakan, sehingga rasanya menjadi lebih lunak. Berbeda dengan di Jepang barat, sidat eksklusif dipanggang dan dimakan.
Sebelum dipanggang, ikan sidat dibersihkan terlebih dahulu dengan memakai pisau tajam ikan sidat dibelah menjadi dua bagian, diangkat isi perut dan juga ttulang/duri ikan sidat jadi yang tersisa ialah benar-benar dagingnya saja tapi duri sedikitpun. Untuk kepingan kepala biasanya juga dibuang.
Setelah ikan sidat dibelah dan dibersihkan, ikan sidat siap dipanggang dengan ditambah kecap Istimewa khas Jepang atau juga bisa diberi saus yang terutama dibentuk dari adonan kecap asin (5 bagian), mirin (sake manis 5 bagian), gula pasir, dan sake. Selesai dipanggang pertama kemudian di-steam agar daging ikan sidat ini menjadi empuk dan bumbu bisa meresap hingga kedalam daging.
Selesai di-steam ikan sidat dipanggang lagi untuk kedua kalinya, tujuannya ialah untuk menguatkan rasa panggangnya, sewaktu pemanggangan kedua kalinya ikan sidat terus menerus dilumasi dengan kecap khas Jepang semoga rasa tidak berubah.
3. Dendeng Sidat
Dendeng ikan ialah jenis kuliner awetan yang dibentuk dengan cara pengeringan dengan menambah garam, gula, dan materi lain untuk memperoleh rasa yang diinginkan. Salah satu bentuk olahan yang sanggup dilakukan pada ikan sidat ialah dengan pengolahan dendeng ikan sidat. Dendeng ikan sidat ialah bentuk olahan semi berair yang dilakukan dengan perendaman atau pembaceman dalam larutan bumbu, yaitu gula merah, bawang putih, bawang merah, garam, dan ketumbar selama 24 jam kemudian dilakukan proses pengeringan dan daya awetnya cukup usang dan rasanya manis gurih.
1. Alat dan Bahan
- Pisau - Timbangan
- Talenan - Kompor
- Baskom plastik - Para-para/tempat penjemuran
- Panci - Penirisan
2. Prosedur Kerja
a. Bumbu-bumbu yaitu bawang merah, bawang putih, laos, ketumbar, dan garam dihaluskan dan disisihkan, gula merah direbus dan didinginkan hingga kental, kemudian tambahkan bumbu halus, selanjutnya sisihkan yang akan dipakai untuk pembaceman ikan.
b. Ikan sidat disiangi dengan cara memotong kepingan kepala, membelah kepingan punggung, membuang isi perut dan dipotong dengan ukuran ±5 cm, selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan ditiriskan.
c. Potongan daging ikan sidat kemudian direndam dalam larutan bumbu (dibacem). Pembaceman dilakukan dalam ember plastik dengan bumbu yang telah disiapkan, pembaceman dilakukan dalam ember plastik dengan cara bumbu dituang bertahap berselang-selang antara ikan dan bumbu. Pembaceman dilakukan selama 20 jam, sehabis itu ditiriskan.
d. Potongan daging ikan sidat yang ditiriskan kemudian ditata pada para-para/alat penjemuran. Penjemuran dilakukan dengan cara kepingan yang tidak berkulit diletakkan menghadap ke atas dan setiap 2 jam dilakukan pembalikan.
4. Abon Sidat
Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum mengenal bentuk/rupa ikan sidat dan merasakan rasanya. Agar ikan sidat sanggup dikenal dan sanggup diterima sebagai konsumsi oleh masyarakat maka dilakukan pengenalan produk-produk olahannya kepada masyarakat. Disamping itu, ada kesan bahwa sidat lebih mirip ular ketimbang ikan, mengakibatkan timbulnya respon yang kurang baik dimasyarakat. Salah satu perjuangan mengubah kesan mirip ular tadi ialah dengan mengolahnya menjadi abon. Dengan dibentuk produk abon, diharapkan konsumsi masyarakat terhadap sidat sanggup ditingkatkan, apalagi daging sidat memilki rasa yang khas dan gurih. Berdasarkan SNI 01-3707-1995, abon merupakan hasil pengolahan yang berupa pengeringan materi baku yang telah ditambahkan bumbu-bumbu untuk meningkatkan cita rasa dan memperpanjang daya simpan
Bahan Utama
Sidat yang berukuran cukup besar 1 -2 kg
Bahan Tambahan
a. Kelapa ukuran sedang (daging:santan = 3:1) 5 butir
b. Gula pasir 1,5 ons
c. Bawang merah 1,25 ons
d. Bawang putih 0,5 ons
e. Ketumbar (±10 sendok makan) 20 gr
f. Lengkuas (±3 cm) 1 potong
g. Cabe merah (±10 biji) 30 gr
h. Garam halus (± 4 sdm) 40 gr
i. Salam secukupnya
j. Minyak goreng dengan perbandingan bahan: minyak = 1 : 1
Cara Membuat
a. Sidat dibunuh dengan dipukul kepala, kemudian disiangi dan dicuci
b. Sidat direbus dalam panci hingga matang (± 20 menit)
c. Setelah dingin, duri dipisahkan dan dagingnya dihancurkan
d. Bumbu ditumis, kemudian daging sidat dimasukkan dan ditambahkan santan kental
e. Bahan digoreng hingga berwarna cokelat tua, kemudian segera ditiriskan
f. Abon dipres untuk dikeluarkan kelebihan minyaknya, kemudian didinginkan atau diangin-angikan
g. Abon siap dikemas
5. Sosis Sidat
Sosis ialah salah satu produk olahan daging yang kini mulai terkenal di masyarakat, terutama anak-anak. Pengolahan sosis ini pada awalnya dikembangkan oleh negara empat musim, yang bertujuan untuk mengawetkan, sehingga mereka tidak kekurangan daging selama animo dingin.
Sosis merupakan emusli minyak dalam air (oil in water atau o/w). Sosis ikan merupakan daging ikan cancing yang ditambahkan minyak, bumbu dan pati sebagai pengisi. Teknologi produksinya, adonan ini kemudian dimasukkan ke dalam casing dan diikat, sehabis itu diuapkan atau direbus.
Kandungan Gizi Sosis
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka sanggup dikatakan bahwa sosis merupakan kuliner sumber protein. Hanya saja, lantaran kadar lemak dan kolesterol sosis yang cukup tinggi, sosis sebaiknya tidak dijadikan sajian rutin bagi belum dewasa guna mencegah problem obesitas dan penyakit-penyakit yang mengikutinya, dikemudian hari.
Pembuatan Sosis
Pembuatan sosis ikan hampir sama dengan pembuatan kamaboko (jenis pasta ikan Jepang) akan tetapi terdapat perbedaan, yaitu sosis ikan dimasukkan ke dalam casing ditambahkan lemak, dan bumbu ke dalam sosis ikan. Sedangkan kamaboko tidak dimasukkan ke dalam casing dan tidak mempunyai rasa/hambar.
Dalam proses pembuatan sosis ikan, kepala ekor, tulang dan jeroan dibuang terlebih dahulu kemudian di fillet dan dikuliti (jika ukuran ikan besar). Setelah itu, daging ikan dicuci untuk membersihkan lemak, darah dan kotoran. Daging yang telah higienis dilembutkan dengan cara digiling.
Bahan yang telah digiling tersebut dilembutkan, pada proses tersebut dtambahkan garam pada daging sehabis mesin dinyalakan selama 1-2 menit. Tujuan proses pelembutan dan pengadukkan ialah untuk mendapat emulsi yang stabil dengan adonan yang tercampur sehingga homogen dan terbentuk pasta.
Pencampuran tepung ke dalam adonan dilakukan terakhir untuk mengatur elastisitas selesai daging. Setelah semua materi tercampur rata, adonan dimasukkan ke dalam casing dan diikat kemudian direbus.
Prosedur Pembuatan Sosis:
1. Persiapan materi baku
Ikan yang dipakai ialah ikan sidat segar dengan ukuran kurang lebih 40 – 55 cm dengan berat antara 75 -125 gram. Ikan sidat segar dimatikan dengan cara memukul kepingan kepalanya.
2. Pembersihan ikan
Sidat yang sudah mati dibersihkan lendir dan kotoran sekitar kulit dengan memakai debu gosok. Setelah higienis dari lendir, kepala dan ekor dipotong kemudian diiris kepingan punggung dimulai dari kepingan kepala menuju ekor. Pengirisan dilanjutkan kearah kepingan dalam mengikuti bentuk tulang belakang menuju kepingan perut, sesampai diperut isinya dikeluarkan. Pengirisan dilanjutkan hingga tulang belakang gampang dikeluarkan.
Ikan yang telah terlepas dari tulang dan kotoran perut tersebut dikuliti dengan cara terlebih dahulu menimbulkan sebagian kecil kulit pada daging kepingan ekor memakai pisau tajam. Kulit yang sedikit terpisah dari daging itu kemudian ditarik dengan memakai tangan, sedangkan kepingan daging yang sedikit tertinggal di kulit diambil dengan pertolongan pisau. Daging ikan yang diperoleh dibersihkan dengan air mengalir dari kotoran yang menempel dan ditiriskan.
3. Pembuatan adonan
Penggilingan daging ikan sidat dilakukan dengan memakai penggiling daging dan dihaluskan dengan memakai grinder selama kurang lebih 2-3 menit. Daging halus tersebut kemudian didinginkan hingga mencapai suhu kurang dari 10 oC. Daging halus yang telah cuek dicampur dengan tepung dan bumbu lainnya.
Pemasukan ke dalam casing dan perebusan
Adonan kemudian dimasukkan ke dalam casing dengan memakai pressure cookies dan direbus. Dalam proses perebusan, air yang dipakai terlebih dahulu dimasak hingga dengan mendidih untuk menghancurkan mikroorganisme yang ada dalam air. Air yang telah mendidih tersebut suhunya diturunkan hingga mencapai suhu yang ditetapkan yaitu 70 – 80 oC kemudian sosis dimasukkan dan direbus selama 30 menit. Kestabilan suhu perebusan terjaga dengan memakai dandang aluminium ukuran besar, penggunaan api kecil dan apabila suhu mulai meningkat ditambahkan air masak yang dingin.
Bahan yang dipakai tepung tapioka 10%, Garam 3%, Minyak sayur 5%, Gula 1,6%, MSG 0,1%, sodium tripoliphospat 0,2%, pala 0,1%, bawang putih 0,1% dan air es 3% dari total adonan