I. PENDAHULUAN
Ikan betutu diduga ikan orisinil indonesia yang berasal dari pulau Kalimantan. Namun sementara orang ada yang beropini bahwa ikan betutu berasal dari Sumatra alasannya semenjak dahulu sudah ada disana, bahkan menjadi maskot Kabupaten Talang Betutu. Mengigat nama betutu menjadi nama tunggal di kabupaten tersebut, maka ikan betutu diduga berasal dari Sumatera .
Ikan betutu mempunyai kemiripan dengan ikan gabus alasannya sepintas memang ada keserupaan, baik bentuk maupun sifatnya. Bila diamati, antara keduanya mempunyai perbedaan yang cukup mencolok yaitu ikan betutu sanggup bertahan bejam-jam tanpa bergeser dari tempatnya dan sering disebut dengan ikan malas. Oleh alasannya itu, sementara para mahir menduga bahwa ika betutu masuk dalan keluarga besar Eleotridae yang mempunyai korelasi dengan kelurga Gobioidea (satu famili dengan ikan gabus). Jika dilihat sepintas, tampang betutu cukup menyeramkan, bentuk mukanya cekung dengan ujung kepala picak (gepeng), matanya yang besar menonjol keluar dan sanggup digerak-gerakkan dan mata lebar, tebal dengan gigi kecil tajam. Cukuplah beralasan orang menyebutnya sebagai ikan hantu.
II. DESKRIPSI IKAN BETUTU
2.1. Klasifikasi dan Morfologi
Menurut pembagian terstruktur mengenai menurut taksonomi yang dikemukakan mahir ikan Singapura, Lie Siauw Foey (1968), Ikan Betutu digolongkan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Fylum : Chordata
Super-class : Pisces
Ordo : Perciformes
Sub-ordo : Gobioidea
Family : Eleotridae
Genus : Oxyeleotris
Species : Oxyeleotris marmorata. Blkr
Nama Lokal : bloso, ikan malas (Jawa); bakut, ikan hantu (Kalimantan); bakut, beluru, bakutut (Sumatra); ketutu, belantok, batutu, ikan hantu (Malaysia); pla bu sai (Thailand); ca bong tuong (Vietnam); soon hock (Cina).
Nama Internasional : Marbled goby, Sand goby
Ciri-ciri morfologi spesifik yang dimiliki oleh ikan betutu (Oxyeleotris marmorata. Blkr) ialah sebagai berikut :
1. Bentuk tubuh memanjang, kepingan depan silindris dan kepingan belakang pipih
2. Kepala rendah, mata besar yang sanggup bergerak dan verbal lebar
3. Sisik sangat kecil-kecil, halus dan lembut sehingga tampak hampir tidak bersisik
4. Warna tubuh kecoklatan hingga gelap dengan bercak- bercak hitam (seperti batik) menyebar ke seluruh tubuh
5. Bagian ventral berwarna putih/terang
6. Tubuh ikan betina umunmnya lebih gelap dari pada jantan
7. Panjang maksimum 50 cm dan sanggup mencapai berat tujuh kg/ekor
2.2. Habitat dan Penyebaran
Habitat betutu tersebar luas, mencakup perairan-perairan tawar didaerah beriklim tropis/subtropis. Betutu menyukai tempat yang arusnya damai dan agak berlumpur ibarat rawa , danau atau muara sungai. Ikan ini gemar sekali membenamkan dirinya didalam lumpur.
Betutu tersebar di wilayah Asia Tenggara ibarat Thailand, Kamboja, Vietnam, Singapura, Malaysia, Filipina, Indonesia (Sumatera, Kalimantan dan Jawa), hingga kepulauan Fiji di Pasifik.
2.3. Tingkah Laku dan Kebiasaan Makan
Ikan ini hidup didasar perairan, hanya sekali-kali saja menyembul ke permukaan. Tempat agak gelap, terlindung dibalik batu-batuan atau tumbuhan air sangat disukainya sebagai tempat berlindung dan tempat mengintip mangsa serta melangsungkan proses pemijahan . Jika hari menjelang malam, betutu sering terlihat menyembulkan moncongnya di atas permukaan air, disekitar tempat persembunyiannya.
Jenis masakan yang disantapnya berubah dengan bertambahnya umur. Ikan remaja biasanya memangsa ikan lain, udang-udangan (crustacea) dan serangga air (insekta), sementara juvenilnya yang masih muda memakan kutu air (daphnia, cladocera dan copepoda), jentik-jentik serangga dan rotifera. Pada stadia larva, betutu juga memakan plankton nabati (ganggang) dan plankton hewani berukuran renik.
III. PEMBUDIDAYAAN IKAN BETUTU
Kunci utama yang mesti di kuasai ialah pembenihan alasannya ketersediaan benih merupakan hal mutlak. Penyediaan benih yang selama ini masih mengandalkan kemurahan alam, gotong royong sudah sanggup dilakukan secara terkendali. Dengan teknik yang sederhana (alami) pun, benih betutu sanggup di produksi secara massal hasil-hasil percobaan memperlihatkan citra mengenai prospek produksi benih betutu sebagai sesuatu yang cukup gampang dan tidak membutuhkan modal terlalu besar. Hanya saja, alasannya ikan ini belum terlalu terkenal maka masih jarang pembudidaya yang mencoba mengusahakan pembenihannya.
Pembudidayaan betutu sedikitnya menyangkut dua tahap yakni produksi benih dan pembesaran. Tahap produksi maupun pembesaran sanggup dilakukan terpadu atau pun terpisah, tergantung pada ketersediaan unsur produksi.
3.1. Produksi Benih
Dari praktek yang sudah dilakukan para pengumpul ikan, benih betutu umumnya diperoleh dari alam dan siap ditebarkan lebih lanjut di kolam pembesaran hingga menjadi ikan ukuran konsumsi. Namun, benih betutu hasil tangkapan ini tidak sanggup mendapatkan amanah alasannya secara jumlah maupun ukuran tentu saja tidak mencukupi. Untuk itulah pengadaan benih dengan pemijahan perlu diupayakan.
Dalam tahap produksi benih, aktivitas yang dilakukan antara lain menyangkut; pemeliharaan induk atau calon induk hingga siap memijah, pemijahan induk-induk ikan yang menghasilkan telur, penetasan telur dan perawatan larva (burayak) hingga menjadi benih.
3.2. Pembesaran
Kegiatan pembesaran mencakup pemeliharaan benih dari ukuran 50 gr hingga menjadi ikan konsumsi. Kegiatan ini membutuhkan waktu kira-kira 8 – 10 bulan. Data mengenai perjuangan pembesaran betutu masih sangat sedikit alasannya budidaya ikan ini belum popular dan bila pun ada masih sebatas penelitian para ahli.
Pembesaran betutu dikolam sanggup dilakukan secara polikultur bersama ikan-ikan lain, contohnya karper. Usaha pembesaran sistem monokultur sudah dicoba pula di kawasan Kalimantan Timur. Pembesaran dengan sistem monokultur ini di kerjakan dalam keramba apung. Hasil panennya cukup memperlihatkan harapan, sanggup mencapai 30- 40 kg /m3/tahun. Namun, sayangnya kelanjutan perjuangan ini tidak terlalu lancar. Salah satu penyebabnya ialah tidak tersedianya benih secara teratur, padahal ikan ini mempunyai prospek pasar yang cukup baik. Teknik pembesaran di dalam keramba dan hampang ternyata sangat prospektif alasannya sanggup dilakukan pada lahan relatif sempit dengan produksi yang cukup tinggi.
IV. PENYAKIT IKAN BETUTU
Penyakit yang menyerang ikan betutu merupakan interaksi yang sangat kompleks antara lingkungan, organisme patogen dan penanganan budidaya itu sendiri. Jika kondisi ikan dan lingkungan memungkinkan berkembangnya organisme penganggu, maka ikan akan gampang terjangkit oleh penyakit. Misalnya, air tempat budidaya kotor, penuh sampah, keruh air jarang diganti, dasar dan tepi kolam terlalu kasar/tajam sehingga mengakibatkan luka pada ikan. Luka-luka pada tubuh ikan memungkinkan basil-basil penyakit melaksanakan pentrasi kedalam tubuh ikan.
Penyakit pada ikan sanggup juga terjadi alasannya nutrisi pakan yang diberikan kurang, kolam kuantitas maupun kualitasnya. Kondisi lingkungan yang tidak memenuhi syarat juga sanggup mengakibatkan timbulnya banyak sekali macam penyakit, contohnya suhu air dan pH air yang tidak cocok bagi kehidupan ikan. Secara sederhana, proses terjadinya penyakit dapat dilihat pada Gambar 2.
Pencegahan penyakit pada ikan betutu sanggup dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pemberian pakan yang cukup, baik kuantitas maupun kuantitasnya
2. Sanitasi kolam secara teratur, minimal 3 bulan sekali
3. Melakukan penggantian air kolam sesering mungkin, bila mungkin setiap hari air kolam diganti dengan cara dialiri
4. Menjaga kebersihan kolam biar tidak ada otoran atau sampah yang sanggup mengundang bibit penyakit
5. Ikan yang sudah terjangkit penyakit diambil dan dimusnahkan
6. Penyakit yang sering menyerang ikan betutu dan pengobatannya, sebagai berikut :
NO | PENYAKIT | GEJALA | PENGOBATAN | |||
BAHAN KIMIA | BAHAN ALAMI | |||||
1 | Penyakit Viral | Nafsu makan menurun, Hidup menyendiri, gerakannya lamban, dropshy, badannya kesat, kulitnya melepuh dan timbul mozaik berwarna merah, hijau, dan lain-lain tergantung pada jenis virusnya. | Penyuntikan dengan Terramysin dengan takaran 25 mg/berat tubuh ikan | Perendaman dengan ekstrak sambiloto | ||
2 | Bakteri (Aeromonas hydrophilla, dan Pseudomonas sp | - Permukaan badan, terutama perut dan pangkal sirip, berwarna merah dan sering berdarah - Kulit melepuh dan sisik hilang | - Perendaman dengan larutan PK takaran 2 % selama 10 menit dan diulangi setisp 3 hari sekali - Penyuntikan dengan Oxytetracyclin | Perendaman dengan ekstrak sambiloto Perendaman dengan ekstrak kunyit | ||
| | sebagian atau rusak - Insang rusak dan warnanya berubah dari merah menjadi keputih-putihan/keabu-abuan - Lendir banyak hilang (keset) sehingga tubuh ikan terasa kasar | HCL/Teramycen dengan takaran 25 mgr tiap kg berat tubuh ikan | | ||
3 | Penyakit Mikotik (Saphroregnia sp) | Terdapat benang-benang jamur (mycelium) yang melekat pada tubuh ikan, Kulit terkelupas | - Perendaman dengan garam dapur dengan takaran 20 gr/ltr air higienis selama 10 menit - Perendaman dengan Methylen blue pada takaran 5 ppm selama 3 jam | Direndam dengan daun sambioto, atau daun sirih dengan takaran sanggup disesuaikan, Karena daun ini bersifat anti biotik dan anti septic | ||
4 4 | Penyakit parasiter protozoa (Ichthyopthirius multifiliis. F) | - Ikan bergerak lamban dengan nafas tersengal-sengal - Pada sirip dan insang terdapat bintik-bintik putih - Ikan sering menggosok-gosokkan badannya pada benda-benda keras | -Perendaman dengan larutan Malachit Green Oxalate 0,5 g ditambah 25 cc larutan formalin dalam 1m 3 air bersih, selama 12-24 jam. - Perendaman dengan Methylen blue 10 gr dalam 100 cc air - Perendaman dengan larutan garam dapur pada konsentrasi 3 gr/ltr air, selama 5 -10 menit dan di ulangi selama 3 hari berturut-turut. | Perendaman dengan ekstrak sambiloto Perendaman dengan buah daun miana | ||
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, D. 2001. Budidaya Ikan Betutu. Kanasius. Yogyakarta.
Komarudin, Ujang. 2000. Betutu; Pemijahan Secara Alami dan Induksi, Pemeliharaan di Kolam, Keramba dan Hampang. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kurniawan R. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Betutu Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan , Bogor.